Sabtu, 07 Februari 2009

Surat Yasin Bag. 1 (ayat 1-4)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang

Allah bersumpah dengan dua huruf ini: Ya Sin, sebagaimana Allah bersumpah dengan al-Qur’an al-Hakim. Penggabungan antara huruf muqaththa‘ah (yang dibaca secara terpenggal) dengan al-Qur’an al-Hakim ini menguatkan satu sisi penafsiran yang kami pilih mengenai huruf-huruf ini di awal beberapa surat; hubungan antara penyebutan huruf-huruf ini dengan penyebutan al-Qur’an; dan bahwa tanda keberadaan al-Qur’an itu berasal dari sisi Allah—yang bila mereka merenunginya maka al-Qur’an mengembalikan mereka kepadanya—adalah bahwa al-Qur’an ini tersusun dari huruf-huruf yang sama dan dimudahkan bagi mereka ini, tetapi keserasian pemikiran dan ungkapannya berada di atas keserasian yang sanggup mereka bentuk dari huruf-huruf ini.

Saat bersumpah dengan al-Qur’an, Allah menyebutnya dengan “al-Qur’an yang penuh hikmah”.. Hikmah adalah sifat makhluk yang berakal. Ungkapan semacam ini memberikan sifat hidup, bertujuan, dan berkeinginan pada al-Qur’an! Sifat-sifat ini merupakan syarat wajib baginya untuk menjadi al-Hakim (penuh hikmah). Meskipun gambaran ini majazi, namun ia menggambarkan sebuah hakikat dan mendekatkannya kepada akal (supaya mudah dipahami). Karena al-Qur’an ini memang memiliki ruh! Sesungguhnya al-Qur’an itu memiliki sifat-sifat makhluk hidup yang menyayangimu dan kamu menyayanginya ketika hatimu jernih terhadapnya dan ketika ruhmu bening untuk mendengarnya! Anda benar-benar bisa melihat berbagai intisari dan rahasia di dalamnya setiap kali Anda membuka hati Anda dan membersihkan ruh Anda untuknya! Anda benar-benar merindukan sosok dan karakternya, sebagaimana Anda merindukan sosok dan karakter seorang teman, ketika Anda bersahabat dengan al-Qur’an dalam jangka waktu tertentu, menjalin kedekatan dengannya, dan merasakan ketentraman di bawah naungannya! Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat senang mendengarkan bacaan al-Qur’an dari orang lain. Beliau juga pernah berdiri beberapa kali di pintu rumah orang lain untuk mendengarkan orang yang membaca al-Qur’an ini di dalamnya, sebagaimana seseorang berdiri dan memasang telinga untuk mendengar kisah hidup kekasihnya!

Al-Qur’an itu penuh hikmah. Ia berbicara kepada setiap orang sesuai kemampuannya, memetik senar yang sensitif di dalam hatinya, berbicara kepadanya secara proporsional, dan berbicara kepadanya dengan hikmah yang bisa memperbaiki keadaannya dan mengarahkannya.

Al-Qur’an itu penuh hikmah. Ia membina dengan hikmah, sesuai dengan manhaj pikiran dan jiwa yang lurus. Yaitu manhaj yang membebaskan seluruh potensi manusia, namun disertai pengarahannya ke arah yang benar dan lurus. Ia juga menetapkan satu sistem kehidupan yang memberi lampu hijau kepada setiap aktivitas manusia dalam batasan-batasan manhaj yang penuh hikmah tersebut.

Allah Subhanah bersumpah dengan Ya dan Sin, dan dengan al-Qur’an al-Hakim, tentang hakikat wahyu dan risalah kepada Rasul Mulia:

“Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-Rasul. (yang berada) di atas jalan yang lurus..” (3-4)

Allah Subhanah tidak butuh sumpah. Tetapi, sumpah dari Allah Jalla Jalaluhu dengan al-Qur’an dan huruf-hurufnya ini mengimplikasikan keagungan dan kebesaran bagi isi sumpah. Karena Allah Subhanah tidak bersumpah kecuali dengan perkara agung yang derajatnya pantas untuk dijadikan sumpah!

“Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-Rasul..” Ungkapan semacam ini memberi ispirasi bahwa diutusnya para Rasul itu merupakan perkara yang telah ditetapkan dan memiliki pendahuluan-pendahuluan yang juga telah ditetapkan. Jadi, bukan pendelegasian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu yang ingin ditetapkan, melainkan Allah hendak menetapkan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu adalah bagian dari para Rasul tersebut. Allah berbicara kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sumpah ini—dan tidak menghadapkannya kepada orang-orang yang ingkar dan mendustakan—dengan maksud menjauhkan sumpah, Rasul, dan risalah dari kedudukannya sebagai obyek perdebatan atau diskusi. Ini tidak lain merupakan berita langsung dari Allah kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Sesungguhnya kamu salah seorang dari Rasul-Rasul. (yang berada) di atas jalan yang lurus..”

Penjelasan ini merupakan penjelasan tentang watak kerasulan setelah penjelasan tentang hakikat Rasul. Watak risalah ini adalah istiqamah (lurus). Ia berdiri tegak seperti pedang, tidak melengkung, tidak menyimpang, tidak berbelok, dan tidak condong. Kebenaran di dalamnya jelas, tanpa ada kesamaran dan distorsi di dalamnya. Ia tidak condong kepada suatu hawa nafsu, dan serta tidak memihak kepada suatu kepentingan. Orang yang mencarinya bisa menemukannya dengan mudah, detil, dan murni.

Karena sifat lurusnya itu, watak risalah ini menjadi sederhana, tidak kompleks, tidak berlipat, dan tidak berputar-putar. Juga tidak merumitkan berbagai perkara, serta tidak menjerumuskan ke dalam berbagai kepelikan masalah dan persepsi, dan ke dalam bentuk-bentuk dialektika. Ia menyuarakan kebenaran dalam bentuknya yang paling sederhana, paling bersih dari endapan dan campuran, serta paling tidak membutuhkan penjelasan, ungkapan rinci, kata-kata turunan, serta tidak perlu berkuat pada berbagai konsep yang berliku-liku! Siapa saja bisa hidup dengannya dan bersamanya, baik ia manusia nomad (tidak hidup menetap) atau yang hidup menetap, buta huruf atau cerdik pandai, penghuni gubuk atau penghuni istana. Di dalamnya, ia menemukan setiap kebutuhannya dan mendapatkan apa yang membuat hidupnya, aturannya, dan hubungan-hubungannya berjalan secara mudah dan lembut.

Watak risalah ini sejalan dengan fitrah alam semesta, undang-undang wujud, watak setiap benda mati dan makhluk hidup di sekitar manusia. Sehingga, ia tidak berbenturan dengan watak segala sesuatu, serta tidak memaksa manusia untuk berbenturan dengannya. Ia berjalan lurus di atas titiannya, serasi denganya, serta bekerjasama dengan seluruh undang-undang yang mengatur alam semesta ini beserta isinya.

Dari sini, watak risalah ini lurus di atas jalan menuju Allah dan sampai kepada-Nya. Orang yang mengikuti jalan ini tidak perlu takut tersesat sehingga gagal menjumpai Penciptanya, serta tidak perlu melenceng dari jalan menuju kepada-Nya. Karena ia menemuh jalan yang lurus dan sampai di tujuan, serta berkesudahan pada ridha Pencipta Yang Mahaagung.

Al-Qur’an adalah pemandu jalan yang lurus ini. Ketika seseorang berjalan bersamanya, maka ia menemukan watak istiqamah ini di dalam persepsinya terhadap kebenaran, dalam berorientasi kepadanya, di dalam hukum-hukumnya yang tegas tentang berbagai nilai, dan di dalam meletakkan setiap nilai pada tempatnya yang tepat.

1 komentar:

  1. assalamu'alaikum.. salam kenal...
    beberapa artikel, boleh ya saya posting di web ilna.. (www.ilmuberguna.org)

    bagaimana pekerjaan dengan ustadz? lanjut?

    BalasHapus